This is only a way to guide me find out who I am, how I feel and how things are connected to me.

Friday, May 11, 2007

Menuju Pencerahan Ilahi

Pertama kali mengenakan jilbab saya segera merasa terbiasa. Segala sesuatu menjadi lebih mudah karena niat mengenakan jilbab berasal dari keinginan saya sendiri. Apalagi saya merasa semakin risih jika ada laki-laki yang menggoda saya, entah itu di perjalanan, di kampus, maupun di lingkungan perumahan. Saya merasa jauh lebih terlindung dan nyaman. Perlu penyesuaian, tapi tidak merasa terhambat dalam kegiatan sehari-hari.

Sebelum yakin mengenakan jilbab, beberapa teman semasa kuliah sempat begitu memaksa agar saya mengenakan jilbab. Tetapi tidak satupun dari desakan itu yang meluluhkan hati saya. Justru membuat saya semakin enggan menuruti ajakan mereka. Meskipun begitu, saya tidak mengalami masalah apapun dengan rekan-rekan tersebut, kecuali bosan menghadapi desakan mereka.

Lambat laun saya semakin terbiasa dengan nuansa agamis di lingkungan kampus. Teman-teman yang mengenakan jilbab semakin banyak. Wawasan saya pun semakin diwarnai cerita teman-teman mengenai alasan dan perjalanan mereka menuju hidayah. Sampai kemudian ada seorang mahasiswi baru yang membuat saya terkesan. Kebetulan ia memiliki latar belakang keluarga yang cukup berada namun tidak sungkan untuk tampil bersahaja dengan jilbab. Dan ia membuat saya menyadari bahwa dengan mengenakan jilbab seseorang masih bisa terlihat cantik. Akhirnya setelah kakak saya menikah, di tahun 199X, mulailah saya mengenakan jilbab.

Berbicara tentang keluarga, saya lahir di keluarga dengan latar belakang agama yang tidak fanatik. Orangtua saya tidak pernah memaksa kami beribadah. Alhamdulillah, meski cuma diingatkan, saya dan kakak-adik di rumah cukup termotivasi untuk beribadah. Justru sikap keluarga yang lebih longgar membuat kami lebih sadar akan kewajiban beribadah. Rasanya tidak enak kalau sikap yang membebaskan itu kami balas dengan ketidakpatuhan.

Pilihan saya untuk mengenakan jilbab didukung oleh keluarga. Pilihan ini juga tidak memberikan kerugian apa pun pada saya. Sebelumnya memang pernah terpikir bahwa mengenakan jilbab akan menghambat saya dalam berkegiatan. Tapi ternyata kegiatan olahraga luar ruang -termasuk bermain basket dan mendaki gunung- masih bisa saya lakoni. Hobi saya berganti model rambut pun masih tetap berjalan. Bedanya, sekarang tidak ada laki-laki bukan muhrim yang bisa melihat.

Kini di lingkungan saya bekerja, saya semakin menjiwai nilai-nilai keagamaan. Semestinya saya bersyukur dapat bekerja di lingkungan SMA Lazuardi. Sistem yang diterapkan telah berkembang menjadi budaya yang mampu ‘memaksa’ orang-orang di dalamnya untuk menjadi ‘orang baik’. Memaksa di sini bukan berarti mengekang kebebasan seseorang, namun cenderung mengingatkan setiap individu dengan rambu-rambu yang tidak kasat mata. Dan rambu-rambu ini mampu mengikis sifat-sifat negatif seseorang sehingga kesadaran terhadap hukum agama tumbuh dengan sendirinya.


-Pengalaman teman-



Cheers!

1 comment:

azaika said...

ceritanye bagus ringan dan mudah dipahami semua orang, kalo boleh usul lebih panjang dan sedikit filosofis ya.....